Minggu, 15 November 2015

Hukum Membongkar Kuburan

Hukum Membongkar Kuburan

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Bersabda:

كَسْرُ عَظْمِ الَْـمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا

“Mematahkan tulang mayit seperti mematahkannya ketika hidup.” (Hadits Shahih, HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah. Dishahihkan Al-Albani dalam Irwa`ul Ghalil)

1. Tanya:

Bolehkah membongkar kuburan muslimin atau kuburan orang-orang kafir?

Jawab:

Fatwa Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu

Dalam hal ini tentunya ada perbedaan antara kuburan orang-orang Islam dan kuburan orang-orang kafir. Membongkar kuburan muslimin adalah tidak diperbolehkan kecuali setelah lumat dan menjadi hancur. Hal itu dikarenakan membongkar kuburan tersebut menyebabkan koyak/pecahnya jasad mayit dan tulangnya, sementara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:

كَسْرُ عَظْمِ الَْـمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا

“Mematahkan tulang mayit seperti mematahkannya ketika hidup.”1

Maka seorang mukmin tetap terhormat setelah kematiannya sebagaimana terhormat ketika hidupnya. Terhormat di sini tentunya dalam batasan-batasan syariat.

Adapun tentang membongkar kuburan orang-orang kafir, maka mereka tidak memiliki kehormatan semacam ini sehingga diperbolehkan membongkarnya berdasarkan apa yang terdapat dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim. Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berhijrah dari Makkah ke Madinah, awal mula yang beliau lakukan adalah membangun Masjid Nabawi yang ada sekarang ini. Dahulu di sana ada kebun milik anak yatim dari kalangan Anshar dan di dalamnya terdapat kuburan orang-orang musyrik. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada mereka:

ثَامِنُونِي حَائِطَكُمْ

“Hargailah kebun kalian untukku.”

Yakni, juallah kebun kalian untukku. Mereka menjawab: “Itu adalah untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Kami tidak menginginkan hasil penjualan darinya.”

Karena di situ terdapat reruntuhan dan kuburan musyrikin, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkan agar kuburan musyrikin tersebut dibereskan. Maka (dibongkar) dan diratakanlah, serta beliau memerintahkan agar reruntuhan itu dibereskan untuk selanjutnya diruntuhkan. Lalu beliau mendirikan Masjid Nabawi di atas tanah kebun tersebut.

Jadi, membongkar kuburan itu ada dua macam: untuk kuburan muslimin tidak boleh, sementara kuburan orang-orang kafir diperbolehkan.

Saya telah isyaratkan dalam jawaban ini bahwa hal itu tidak boleh hingga mayat tersebut menjadi tulang belulang yang hancur, menjadi tanah. Kapan ini? Ini dibedakan berdasarkan perbedaan kondisi tanah. Ada tanah padang pasir yang kering di mana mayat tetap utuh di dalamnya masya Allah sampai sekian tahun. Ada pula tanah yang lembab yang jasad cepat hancur. Sehingga tidak mungkin meletakkan patokan untuk menentukan dengan tahun tertentu untuk mengetahui hancurnya jasad. Dan sebagaimana diistilahkan “orang Makkah lebih mengerti tentang lembah-lembahnya di sana” maka orang-orang yang mengubur di tanah tersebut (lebih) mengetahui waktu yang dengannya jasad-jasad mayat itu hancur dengan perkiraan. (Fatawa Asy-Syaikh Al-Albani hal. 53)

Fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah

Pada asalnya tidak boleh membongkar kubur mayit serta mengeluarkan mayit darinya. Karena bila mayit telah diletakkan dalam kuburnya, artinya dia telah menempati tempat singgahnya serta mendahului yang lain ke tempat tersebut. Sehingga tanah kubur tersebut adalah wakaf untuknya. Tidak boleh seorangpun mengusiknya atau mencampuri urusan tanah tersebut. Juga karena membongkar kuburan itu menyebabkan mematahkan tulang belulang mayit atau menghinakannya. Dan telah lewat larangan akan hal itu pada jawaban pertanyaan pertama.

Hanyalah diperbolehkan membongkar kuburan mayit itu dan mengeluarkan mayit darinya, bila keadaan mendesak menuntut itu, atau ada maslahat Islami yang kuat yang ditetapkan para ulama.

Allah Subhanahu wa Ta’ala-lah yang memberi taufiq semoga shalawat dan salam-Nya tercurah atas Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, dan para sahabatnya.

��Ditandatangani oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Abdurrazzaq Afifi, Asy-Syaikh Abdullah Ghudayyan, dan Asy-Syaikh Abdullah bin Qu’ud. (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah, 9/122)

1 Shahih, HR. Ahmad (6/58, 105, 168, 200, 364) Abu Dawud (3207) Ibnu Majah (1616) dan yang lain. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani, lihat Irwa`ul Ghalil: 763, Ahkamul Jana`iz, hal. 233.

Hukum Membangunkan Orang Tidur Ditengah Khutbah

��حكم إيقاظ النائم أثناء الخطبة��

س: بعض الناس ينامون أثناء خطبة الجمعة فهل لو أيقظناهم نكون ممن لغى فلا جمعة له؟.

ج:
�� �� ��

يستحب إيقاظهم بالفعل لا بالكلام؛ لأن الكلام في وقت الخطبة لا يجوز ؛ لقول النبي صلى الله عليه وسلم : (( إذا قلت لصاحبك أنصت يوم الجمعة والإمام يخطب فقد لغوت )) متفق على صحته، وسماه النبي صلى الله عليه وسلم لاغيًا مع أنه آمر بالمعروف، فدل ذلك على وجوب الإنصات وتحريم الكلام حال الخطبة ، والله الموفق.

(مجموع30/252).
�� للإمام ابن باز رحمه الله تعالى ✏

Hukum Membangunkan Orang Tidur Ditengah Khutbah

Soal: Sebagian manusia mereka tidur ditengah khutbah jumat, maka apakah seandainya kami membangunkan mereka, kami menjadi termasuk orang yang lalai,  maka tidak ada jumat baginya?

Jawab: Disunnahkan membagunkan mereka dengan perbuatan tidak dengan berbicara,  karena berbicara pada waktu khutbah jumat tidak boleh,  berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam : (( Jika engkau katakan pada temanmu 'Diamlah' waktu jumat dan imam sedang khutbah,  maka sungguh engkau telah lalai )). Disepakati atas keshahihannya.
Dan Nabi shallallahu alaihi wasallam menamakannya orang yang lalai, bersamaan itu Beliau memerintahkan kepada ma'ruf. Maka hal itu menunjukan atas wajibnya diam dan haramnya berbicara ketika khutbah. Wallahu muwaffiq

�� majmu' 30/252 oleh Imam Bin Baz rahimahullah ta'ala

Hukum Sholat Jenazah Lebih Sekali

السؤال;

يرى الكثيرين يصلون على الجنازة أكثر من مرة، فما حكم الصلاة على الجنازة أكثر من مرة؟

الجواب :

لا بأس لمن حضر الجنازة وصلى عليها مع الجماعة ثم حضر جماعة فصلى معهم عليها في المقبرة أو في أي مكان، لا حرج في ذلك إن شاء الله، لا بأس بذلك، الواجب مرة، الواجب أن يصلى عليه مرة واحدة، لكن لو قُدِّر أنه صلى عليه أهل المسجد ثم جاء آخرون وصلوا عليه في المقبرة أو في مسجدٍ آخر وحضر معهم وصلى فلا بأس، كل هذا من مزيد الخير.

�� Sumber: http://www.binbaz.org.sa/node/14065

Soal : Telah nampak kebanyakan manusia mereka mensholatkan jenazah lebih dari sekali. Maka apa hukum sholat untuk jenazah lebih dari satu kali?

Jawab :
Tidak mengapa bagi orang yang menghadiri jenazah dan mensholatkannya bersama jemaah,  kemudian hadir jemaah yang lain,  maka dia sholat bersama mereka atas mayat tersebut di pekuburan atau pada tempat apapun,  tidak ada larangan pada hal itu insya Allah. Tidak mengapa pada hal itu. Yang wajib satu kali,  yang wajib untuk mensholatinya satu kali,  akan tetapi seandainya ditaqdirkan bahwa jamaah masjid mensholatkannya,  kemudian datang jamaah yang lain dan mensholatkannya di pekuburan atau masjid yang lain dan dia hadir dan sholat bersama mereka,  maka tidak mengapa. Setiap ini termasuk tambahan kebaikan.

Sumber : http://www.binbaz.org.sa/node/14065